Kamis, 04 Juni 2009

Siapa Cepat Dia Dapat

"Ini berapa?” tanya Tyka, seorang cewek tersenyum pada Oji. Karena senyumannya itu Oji jadi gugup. Dadanya berdebar. Abis… Tyka itu cakep banget!
Arman dan Naijan memakai celana pendek dan kaos. Mereka maraton Minggu pagi itu mengelilingi alun-alun Serang. Sudah barang tentu yang melakukan olahraga ringan ini banyak. Bisa jadi hingga ratusan. Tentu tempat olahraga tidak hanya alun-alun. Ada yang maraton sepanjang Jalan raya Ahmad Yani, di tempat-tempat kebugaran, atau di tempat lain semisal halaman badminton di kampung. Tetapi alun-alun tetap saja mejadi pilihan. Selain tempatnya nyaman, yaitu di tengah kota, juga banyak pohon besar tumbuh mengelilingi alun-alun.
Olahraga yang dilakukan beragam, selain marathon, ada senam. Biasanya yang melakukan olahraga ini ibu-ibu dan bapak-bapak. Kemudian ada basket. Yang ini biasanya pelajar SMP dan SMA.
“Ji, berangkat dulu, ya!” seru Arman ke Oji. Arman, Oji, dan Naijan itu kawan akrab. Mereka bertiga sama-sama kelas dua, hanya beda sekolah. Arman di SMAN 1 Serang, Oji di MAN 2 Serang, sedangkan Naijan di MAN 1 Serang. Rumah mereka berdekatan. Makanya, acara rutin pergi ke alun-alun kota gampang mereka lakukan. Bedanya, Arman dan Naijan untuk olahraga. Oji untuk jualan buku. Maklumlah orangtuanya pemilik loper koran sekaligus toko buku di Ciceri.
Oji mengangguk. Kedua temannya itu pergi. Oji membuka kardus yang bersisi buku-buku. Terpal sudah digelar. Satu per satu buku ia tata. Meski tidak banyak, buku yang disediakannya lumayan beragam. Untuk konsumsi pelajar SMP hingga bapak-bapak atau ibu-ibu. Biasanya, sekali ngegelar ada saja dua atau tiga buku terjual. Sambil menunggu pembeli, ia menggerak-gerakkan badannya, atau loncat-loncat. Itu juga, katanya, sama saja olahraga.
Arman dan Naijan meninggalkan Oji yang berjualan buku. Mereka maraton mengelilingi alun-alun kota yang rimbun dan segar. Puluhan, bisa juga lebih dari ratusan orang melakukan olahraga.
“Man, udah lama gue gak denger lu cerita soal pacar lu,” sambil berlari kecil Naijan melirik.
“Emang lu gak tau gue udah lama putus?” Arman balik tanya.
“Udah, sih!”
“Ya itu lu udah tau. Apa yang mau gue ceritain.” Keduanya memperlambat larinya.
Naijan tertawa. Arman agak heran. “Lu gimana, sih. Lu itu harusnya ngerti. Pertanyaan tadi itu maksudnya, apa lu belom jatuh cinta lagi!” tutur Naijan. Temannya itu jadi ketawa.
“He he,” Arman memukul pundak Naijan. “Kalau nanya yang jelas, dong. Makanya, gue gak ngerti.” Ia naik ke trotoar. Naijan mengikuti. “Blom. Blom ada gantinya. Pengenya sih iya. Gue udah ngerasa kesepian, nih.”
Dua sahabat akrab ini belok kanan. Mereka biasa mengelilingi alun-alun hingga dua atau tiga kali. Setelah itu, nemuin Oji yang berjualan buku. Agak siang dikit akan datang penjual makanan ringan. Kemudian pulang. Siang hari ketemu lagi.
“Yang bikin lu lambat dapat apa? Karena patah hati, gak ada yang bikin lu terpesona, atau emang lu udah gak mau pacaran lagi?”
“Gue juga gak tahu. Dibilang patah hati gak juga. Ngapain gue patah hati. Gak penting itu. lebih baik gue semangat. Prinsipnya gadis cantik gak hanya dia. Bisa saja dia emang bukan yang terbaik buat gue kan?”
Naijan mengangguk.
“Dibilang belum ada cewek yang bisa bikin gue terpesona…. Mm bisa jadi! Terus kalau dibilang udah gak mau pacaran lagi, nggak juga. Udahlah sekarang kita jalanin aja dulu. Nanti juga kalau udah saatnya ada-lah.”
Sebentar lagi keduanya habis satu keliling. Artinya, sebentar lagi Arman dan Naijan bertemu dengan Oji lagi. Karena titik berangkat tadi dari sana.

Dua teman sejak SD ini memperlambat langkahnya. Di tempat Oji mangkal, beberapa orang nongkrong. Mereka memerhatikan buku dagangan pelajar MAN2 Serang ini. Satu demi satu buku dipegang, dibaca cover depan dan belakangnya. Pengennya sih baca isinya. Tapi buku tersebut diplastikin.
“Ini berapa?” tanya Tyka, seorang cewek sambil tersenyum pada Oji. Karena senyumannya itu, Oji jadi gugup. Dadanya berdebar. Abis… Tyka itu cakep banget! Tyka tidak tahu, sejak ia datang sudah diperhatikan Oji. Apalagi ketika tadi memilih-milih buku. Aneh kedengarannya. Tapi begitulah adanya.
“Eh, berapa?” tanya Tyka lagi.
“E….” Pelajar ini menarik napas, mencoba menguasi diri. “Judulnya apa?”
“Kacamata Sidik,” cewek ini nunjukin satu buku kumpulan cerpen yang ngambil setting Banten, terutama Serang.
“Itu 18 ribu!”
“Gak bisa kurang?”
Oji lambat lagi menjawab pertanyaan Tyka. Dia tuh heran, kok, ada cewek secantik dia!
“Hei! Bisa kurang, gak?” Tyka ketawa. “Kenapa sih bengong mulu?”
Pengunjung loper buku yang lain pada ngelirik. Bergantian melirik ke Tyka dan Oji. Tapi kembali memerhatikan Tyka. Yang ada di pikiran Oji sama dengan di pikiran orang-orang itu, cantik banget!
“Em, pasnya segitu!”
“Ya udah,” si cewek berdiri mengambill uang di saku celananya. Uang 20 ribu diserahkan ke pemuda tersebut. Oji menerima dan memberikan kembalian. Tyka merobek plastik buku. Membuka-buka sekilas. Kemudian duduk di trotoar membaca kata pengantar kumpulan cerpen itu, sambil istirahat setelah tadi pelemasan.
Dua pemuda usia 17 tahunan berhenti dekat tempat jualan buku itu. Mereka adalah Arman dan Naijan yang baru saja menyelesaikan satu putaran alun-alun. Di sana keduanya loncat-loncat, menggerak-gerakkan badannya.
“Ayo terus satu putaran lagi!” ajak Arman pada Naijan.
“Sebentar. Kita istirahat saja dulu.”
“Lebih baik kita selesaikan satu kelilingan lagi, udah gitu baru istirahat.”
Tapi, Naijan seperti tidak mendengar. Dia ikut nongkrong memilih buku-buku milik temannya. Arman melihat itu jadi tidak bersemangat melanjutkan olahraganya. Ia mendekati Oji. Tanpa saling mengetahui, Arman dan Naijan melirik ke seorang cewek cantik. Keduanya terpesona. Lekat sekali tatapan Arman dan Naijan. Arman hendak memberi tahu Naijan. Pada saat yang sama, Naijan juga mau memberi tahu Arman. Jadinya kedua anak yang memang lagi jomblo ini saling tatap.
Tyka, si cewek itu berdiri. Sekitar dua cerita pendek pada buku yang dibelinya sudah dibaca. “Mas,” serunya pada Oji. “Makasih, ya!”
“Yo!” jawab Oji. Tyka pergi meneruskan olahraganya.
Naijan yang tadi bilang pengen istirahat tidak jadi. Ia berdiri mengikuti. Arman sedikit dongkol lihat sikap temannya. Karena dengan begitu bisa dipahami bahwa dirinya kurang berarti dibanding si cewek yang belum dikenalnya. Pun begitu, melihat kecantikan Tyka, ia jadi mengikuti Arman yang sudah berjalan di samping si cewek itu.
“Kalau rumah di mana?” tanya Naijan setelah tadi menanyakan nama.
“Rumah?” Tyka balik tanya. Senyumnya itu, Bro! Membuat Naijan melayang. “Kebetulan rumah gak dibawa.” Tyka tertawa kecil. Merasa dicandain Nijan tersenyum. Tapi, Tyka kemudian memberi tahu juga alamatnya. “Di Kompleks Ciceri Indah.”
Mendengar nama itu, Naijan langsung menduga gadis yang sedang berjalan dengannya ini anak pejabat. Tapi, itu masih mungkin salah. “Sekolah di mana?”
“Sekolah gak dibawa juga.” Tyka kembali tertawa. Tadinya ini membuat Naijan kesal. Namun, dipikir-pikir asyik juga ini cewek. Ia ikut ketawa. “Sekolah di MAN 3.”
“Mmm.”
“Kamu di mana?” Tyka balik tanya.
“Di sini.”
Keduanya ketawa.
“Maksud gue sekolah lo di mana?”
“O… bilang, dong. Sekolah? Gak dibawa. Soalnya berat.”
Mereka tertawa lagi. “Lo ngebalas, ya!”
Sebelum Arman sampai mengejar keduanya, Naijan sudah mengenalkan diri, sekolah, dan alamat tinggalnya, serta tentu saja tukar nomor HP. Naijan merasa penting persahabatan ini tidak sampai di sini. Tapi perlu disambung. Ya caranya minta nomor kontak itu.
Arman memukul pundak Naijan. “Gimana sih lu. Katanya mau istirahat!”
Tyka dan Naijan melirik. “Sori, situasinya berubah.” Arman tidak nanya lagi. Untuk mengobati kekecewaan sahabatnya, Naijan mengenalkan Tyka. Terbukti, Arman beberapa kali ketawa. Tyka memang luar biasa. Udah cantik, supel, pinter bercanda lagi. Ketiganya terus mengobrol sambil berjalan. Sekali lagi mengelilingi alun-alun.
Matahari sudah muncul. Lampu jalan sudah mati. Orang-orang yang berolahraga sudah pada melakukan pelemasan. Beberapa bahkan tampak meninggalkan alun-alun. Di loper buku Oji, Arman, Tyka, dan Naijan mengakhiri olahraganya. Pedagang makanan ringan sudah membuka dagangannya. Oji bahkan sudah makan.
Di sana ikut makan. Ketika Naijan menawari Tyka makan, dada Arman panas. Sorot matanya tajam pada Naijan. Naijan tidak tahu itu, termasuk Tyka. Syukurnya, Tyka menolak. Katanya, ia juga bawa uang sendiri. Bahkan, Tyka yang yang balik nawarin ke Naijan dan Arman. Akhirnya, mereka bayar masing-masing.
Minggu depannya, pagi-pagi, seperti biasa Oji sudah menyiapkan buku-buku baru untuk dijual di alun-alun. Yang lain olahraga, dia olahraga sambil jualan buku. Selain sehat, dapat duit, begitu alasannya. Oji sudah menghubungi Naijan. Tapi, dia bilang tidak bisa olahraga. Dia sedang tidak enak badan. Jadi, hari ini tiga sahabat itu tidak lengkap. Tapi, olehraga dan jualan buku harus tetap berjalan.
Oji di tempat yang sama menggelar bukunya. Arman sudah loncat-loncat pemanasan. “Ji,” tanya Arman, “Kira-kira, si Tyka hari ini olahraga gak, ya?”
Ditanya seperti ini kepala Oji jadi penuh tanda tanya. Ini memang pertanyaan, tapi bertanya soal Tyka pasti ada sesuatu. Ia melirik. “Ngapain lo nanya si Tyka? Emang lo pacar dia? Kenal aja baru satu minggu.”
“Justru baru kenal satu minggu, gue pengen lebih deket!” Arman tersenyum. Di hatinya, ada untungnya juga Naijan hari ini tidak olahraga. Dengan begitu, jika Tyka hari ini olahraga, dia punya kesempatan untuk lebih deket dengan cewek yang kecantikannya sudah memesonakannya. Kalau Tyka mau, dia akan belikan buku dan traktir makan.
“Kalau gak ada halangan, gue yakin dia olahraga.”
“Ya udah ya. Gue mau keliling dulu. Kalau dia ada, terus gue lagi gak ada, tolong bilang gue pengen ketemu!”
“Yap!”
Arman meninggalkan Oji jualan buku. Ia mengelilingi lapangan. Maratonnya tidak cepat. Matanya melirik ke sana kemari, mencari sosok yang membuatnya kepikiran terus. Sudah satu kali alun-alun ia kelilingi. Tapi Tyka tak dilihatnya. Arman masuk ke alun-alun, juga tidak ada. Dengan dada sesak dan sedikit kecewa, pelajar yang sedang jomblo ini kembali ke Oji.
“Tyka ada gak?” tanyanya segera pada Oji.
“Ada!”
“Ada?” dadanya sedikit longgar.
Oji menyerahkan HP-nya ke Arman. “Ada SMS dari Naijan,” katanya. Arman menerimanya. SMS dari Naijan ia baca:
Dari: Naijan
Ji, sori G gak olahrga hari ini. da acra sama Tyka, pcar bru G. G beruntng daptin dia. Cantik bgt!
Arman menatap Oji. Matanya agak merah. Dengan kecewa luar biasa, HP Oji dia banting ke jalan raya hingga berkeping-keping. Arman tidak tahu Naijan sudah mendapatkan nomor kontak sejak awal perkenalan. Sejak itu pula, ia menggencarkan aksi. Hasilnya, cewek cakep bernama Tyka itu menjadi miliknya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar